“Saya sangat mengapresiasi mereka
yang beraksi karena rasa simpati. Tetapi sebaliknya saya sangat membenci mereka
yang beraksi bukan dari hati.”
Pagi
ini(01/06) di kampus Diponegoro, sejumlah mahasiswa dari berbagai aliansi kampus
berkumpul untuk melakukan aksi menuntut penggagalan penerapan “Tarif Tunggal” yang
dalam beberapa hari terakhir telah menjadi sorotan hangat di dunia kampus.
Kampus
saya, Universitas Diponegoro, menjadi salah satu dari dua PTN setelah Unnes
yang telah menunjukkan sinyal positif mengenai kebijakan tarif tunggal dengan
rencana penerapannya di tahun ini. Padahal, hasil rapat kordinasi Badan Kerja
Sama Perguruan Tinggi Negeri (BKS PTN) menyepakati usulan tersebut untuk mulai
diterapkan di tahun depan.
Dalam
aksi pagi tadi, mahasiswa menuntut agar kebijakan tarif tunggal tidak diterapkan
jika belum memenuhi tiga tuntutan. Tuntutan tersebut adalah jaminan pendidikan
yang berkualitas, transparansi biaya pendidikan, dan negosiasi dalam penentuan biaya pendidikan.
Walaupun pada akhirnya pa Rektor menjanjikan ketiga tuntutan tersebut, implementasi dari janji - janjinya masih menjadi pertanyaan besar. Apakah pa Rektor sejalan dengan tuntutan tadi? Kita lihat saja nanti. Semoga saja pa Rektor yang satu ini dapat bertindak sesuai hati nuraninya.
Walaupun pada akhirnya pa Rektor menjanjikan ketiga tuntutan tersebut, implementasi dari janji - janjinya masih menjadi pertanyaan besar. Apakah pa Rektor sejalan dengan tuntutan tadi? Kita lihat saja nanti. Semoga saja pa Rektor yang satu ini dapat bertindak sesuai hati nuraninya.
In
My Hubble Opinion = IMHO
Sebenarnya,
isu ini telah berkembang cukup lama, sekitar sebulan atau dua bulan lalu, saya
kurang tau pastinya. Ketika itu kebijakan tarif tunggal masih dalam tahap pencanangan.
Namun, sempat mereda beberapa pekan terakhir. Hingga kemudian muncul
pemberitaan mengenai persetujuan pa Rektor untuk segera menerapkan kebijakan
ini di kampus Diponegoro, yang akhirnya mengundang reaksi dari berbagai elemen
mahasiswa.
Saya
sempat menghitung – hitung biaya yang akan dikeluarkan nantinya ketika
kebijakan ini benar – benar diterapkan. Tetapi, informasi biaya ini masih belum
pasti, hanya sedikit memperkirakan (?_O). Sedikit informasi, tarif tunggal merupakan
kebijakan penyeragaman biaya pendidikan dimana ketika kebijakan ini berlaku
biaya kuliah yang biasanya dibayarkan sekali di semester awal masuk perkuliahan
dibagi menjadi delapan kali selama delapan semester. Biaya yang dipatok berbeda
ditiap fakultasnya, untuk fakultas saya, FPIK, biayanya sekitar 3 juta per semester
(ini masih perkiraan, biaya ini termasuk yang paling rendah di Undip).
Jika
mahasiswa yang masuk ke kampus FPIK (Oseanografi) melalui jalur SNMPTN harus
membayar sekitar 15 juta diawal perkuliahan dan 1,5 juta ditiap semesternya,
maka biaya keseluruhan yang harus dibayar adalah 15 + 1,5x7 = 26,5 juta.*
Kemudian
untuk mahasiswa yang masuk ke kampus FPIK melalui jalur Ujian Mandiri (UM)
diharuskan membayar sekitar 23 juta diawal masuk kuliah dan 2,5 juta ditiap
semesternya, maka biaya keseluruhan yang harus dibayar adalah 23 + 2,5x7 = 40,5
juta.*
Sedangkan,
jika tarif tunggal yang diterapkan memang 3 juta, maka biaya keseluruhan yang
harus dibayar adalah 3x8 = 24 juta*. Terlihat lebih murah memang jika
dibandingkan dengan kedua biaya ditiap jalurnya. Tetapi, yang kemudian menjadi
masalah adalah seberapa besar “tarif” yang akan ditetapkan? Apakah akan sesuai
dengan kemampuan rata – rata mahasiswa atau jauh diatas rata – rata?
Inilah
yang tengah diperjuangkan. Jangan sampai kebijakan ini malah makin membuat perut
para tikus itu mengembung.
*kalau
lulusnya tepat waktu he.. he.., insyaAllah tepat waktu.. (^_^)y
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Any Questions ?